Minggu, 10 April 2011

Dalam Mihrab Cinta

Posted by Eko 16.12, under | No comments

Novelet ketiga karya Habiburrahman El Shirazy ini diangkat dari hasil riset kecil  tentang kehidupan mahasiswa pasca sarjana Indonesia yang menempuh studi di Malaysia, khususnya di Universiti Malaya. Jika dua novelet pertama mengambil tempat di kota-kota Indonesia, novelet ini mengambarkan perjalanan anak muda “Zul” yang merantau di Kualalumpur Malaysia.
Kehidupan TKW dan mahasiswa Indonesia dengan menarik disajikan oleh Kang Abik. Kita seolah-olah diajak bertamasya ke luar negeri, melihat kehidupan kualalumpur dan Universiti Malaya melalui novel ini. Cerita yang ketiga ini merupakan yang terpanjang dinarasikan oleh Kang Abik. Lebih dari separuh tebal buku, diperuntukkan untuk mengupas tuntas kehidupan dan perjuangan Ahmad Zul menjadi mahasiswa sambil bekerja di Malaysia.

Kamis, 07 April 2011

Konsep Ilmu Pengetahuan di dalam Islam

Posted by Eko 06.56, under | No comments


Idealnya kehidupan dan prilaku umat Islam merupakan perwujudan dari keagungan dan kebenaran ajaran Islam. Namun dalam kenyataannya terdapat jurang yang lebar antara keduanya. Oleh karena itu kita tidak bisa menilai Islam dari kehidupan dan prestasi para penganutnya. Demikian pula ketika kita hendak melihat bagaimana pandangan Islam tentang ilmu, tidak cukup hanya dengan menilai prestasi umat Islam, apalagi umat Islam saat ini yang sedang terjajah secara keilmuan. Kita harus merujuk langsung ke dua sumber utamanya Islam, yakni Al Qur’an dan Al Hadist. 
Bagaimanakah sebenarnya pandangan Al-Qur’an dan Hadis terhadap ilmu pengetahuan? Untuk lebih jelasnya silahkan anda baca di sini

Senin, 04 April 2011

Andaikata Aku Bisa Memberi Lebih Banyak Lagi...

Posted by Eko 04.48, under | No comments

Seperti yang telah biasa dilakukan ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia, maka Rasulullah SAW mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap            bersabar dan tawakal menerima musibah itu. Terjadilah percakapan antara Rasulullah dan istri almarhum: 
Rasulullah         : “Tidakkah  almarhum  mengucapkan  wasiat sebeluM wafatnya?”.
Istri Alm        : “Saya mendengar  dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal”.  
Rasulullah         :    “Apa  yang  dikatakannya?
Istri Alm        :    “Saya  tidak  tahu,  ya  Rasulullah  SAW,  apakah ucapannya  itu  sekedar  rintihan  sebelum  mati,  ataukah  rintihapedih  karena dasyatnya  sakaratul  maut.  Cuma,  ucapannya  memang  sulit  dipahami  lantaran merupakan           kalimat           yang terpotong-potong.”       
Rasulullah         :    “Bagaimana          bunyinya?
Istri Alm         :    “Suami saya mengatakan “Andaikata lebih jauh lagi…andaikata yang masih baru…..andaikata semuanya….” hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?”
Rasulullah       :  (sambil tersenyum) “Sungguh  yang  diucapkan  suamimu  itu  tidak  keliru. Kisahnya  begini.  Pada  suatu  hari  ia  sedang  bergegas  akan  ke  masjid  untuk melaksanakan shalat Jum’at. Di tengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang  membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu ia pun berkata “Andaikan lebih jauh lagi. Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih jauh lagi, pasti pahalanya lebih besar pula.
Istri Alm          : “Ucapan lainnya ya Rasulullah SAW? (tanya sang istri mulai tertarik).
Rasulullah         :    “Adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain  yang dipakainya. Maka  ia  mencopot mantelnya  yang  lama,  diberikannya  kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya,  suamimu  melihat  balasan  amal  kebajikannya  itu  sehingga  ia  pun menyesal dan berkata, “Andaikata yang masih baru kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi. Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Istri Alm          :    “Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rasulullah SAW? tanya sang istri makin ingin tahu.
Rasulullah   : Dengan sabar Nabi menjelaskan, “Ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan?  Engkamenghidangkan  sepotong  roti  yang  telah  dicampur  dengan daging.  Namun,  tatkala  hendak  dimakannya,  tiba-tiba  seoranmusafir  mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan  menghembuskan  nafasnya,  ia  menyaksikan  betapa  besarnya  pahala  dari amalannya  itu. Karenanya,  ia  pumenyesal  daberkata  “kalau aku  tahbegini hasilnya, musafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan        kepadanya,     sudapasti     ganjaranku     akan berlipat ganda.
Begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas  dari  penilaian  Allah.  Sama  halnya  jika  kita  berbuat  buruk.  Akibatnya  juga menimpa kita sendiri. Hal ini sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا 
Artinya: “Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula.(Q.S.Al Isra’: 7)